Jumat, September 26, 2025

[Book Review] Sentimentalisme Calon Mayat by Sony Karsono

Penulis: Sony Karsono
Penerbit: Anagram
Editor: Hamzah Muhammad & Doni Ahmadi
Penyelaras Akhir: Doni Ahmadi
Desain Sampul & Tata Letak: Fitriana Hadi
Halaman: vi+147 halaman
Ukuran: 14 x 20,3 cm
Cetakan: Kelima, Oktober 2024
ISBN: 978-623-99244-2-3

Biasanya sih aku skip baca blurb, tapi kayaknya kalian yang mau baca buku ini WAJIB baca blurbnya dulu deh. Walaupun buku ini masuk wishlist super kilatku /baca satu review langsung CHECKOUT/ tapi ini rasanya kayak kena PRANK. Bukan karena bukunya nggak bagus! Untuk pembaca aliran Romance Comedy GARIZ KERAZ sepertiku, buku ini mengguncang logikaku. Kalau Gen Z bilang sih KENA MENTAL (つ╥﹏╥)つ

The Blurb
"[...] cerpen-cerpen ini mengusung tema-tema yang tampak melampaui masanya dan tetap terbaca sebagai sesuatu yang segar dan relevan dalam [konteks] kekinian."
- Dewan Juri Anugrah Sutasoma 2023

Cerita-ceritanya menyeruak ke masa depan. Bertemakan psike dan batin manusia modern yang digarap dengan baik. Alur cerita yang sering tidak terduga dan nyeleneh di luar ekspetasi pembaca, tidak formulatif, serta gaya bertutur yang khas, membedakannya dari buku kumpulan cerita yang lain. Cerita-ceritanya bertemakan yang aneh, tak umum bahkan fantastis, ditambah karakter prosa yang grotesk, karnivalesk dan kerap vulgar menjadikannya semacam weird fiction-genre yang tidak banyak digarap dalam sastra Indonesia. [...] Selain itu ada ikhtiar bermain-main dengan bentuk, tidak biasa saja seperti cerpen umumnya. Kumpulan cerpen ini membuktikan cerita bisa ditulis secara canggih dengan struktur yang kompleks, dengan konstruksi yang tak biasa. Ini yang membuat teks Sony lebih unggul.
- Dewan Juri Penghargaan Sastra Kemdikbudristek 2023

"Cerita-cerita pendek ini memusatkan pemaknaannya pada pembelaan terhadap tubuh sebagai entitas yang terlindas oleh pikiran yang "platonis", yang berbasis pada jiwa, roh, ide, perasaan. Pemusatan dan pembelaan terhadap tubuh ini membawa cerita-cerita Sony Karsono ke dua masalah inheren: Kematian dan Seks. Semuanya menjadi hal yang tertekan, dilecehkan, dijauhi, dan dilupakan. Dan cerita-cerita pendek dalam kumpulan ini mencoba mengangkatnya kembali, menghidupkannya, dan memujanya."
- Majalah Tempo

The Characters
Semua karakter di KUMCER ini Gi-La. Pembaca ikutan menggila. Penulis ketuanya #EH
IN A GOOD WAY LHOOO YAAA~ ヽ(°〇°)ノ

Biasanya di part karakter aku paling nyap-nyap banget, tapi kali ini pengecualian, di buku ini aku nggak sanggup untuk jabarin satu persatu gimana karakter yang ada di bukunya. Tapi yang jelas ada satu kesamaan yang kentara sekali, seolah penulis memiliki benang merah untuk ke-8 cerita—mau segila apapun ceritanya, karakternya harus tampil lebih gila OHOHO (งツ)ว

My Thought
First impression aku sama buku ini... GGS /Gila Geuleuh Sinting/ ヾ(。ꏿ﹏ꏿ)ノ゙

Tebal bukunya kurang dari 200 halaman, tapi bikin aku ngos-ngosan banget bacanya. Bukan karena ugal-ugalan bacanya, tapi pembahasan dalam kumcer Om Sony ini berat sekali buatku. Berat karena isinya dan juga aku tipe pembaca yang suka bahasa kalem, sedangkan buku ini menyuguhkan bahasa yang frontal. Shik Shak Shok banget baca kata ta*, gob***, bang***. Nggak bisa dipungkiri sih dalam hati aku ikut mengiakan dengan karya sebebas ini. Anehnya aku merasa plong bacanya. Om Sony, ajari aku mengumpat dong (੭˃ᴗ˂)੭

Selain first impression GGS-ku itu, kumcer ini bikin aku mangap-mangap kayak ikan dipaksa keluar sarangnya. Tapi sialnya aku suka sekali dengan gaya menulis Om Sony—liar, vulgar, jenaka, dan berani. Buku ini seperti bahan bakar untuk membangunkan imajinasi terliar pembaca, tapi tetap masih dalam lingkaran realita yang ada.
"Ya, aku mencengkeram pagar makan bapak sambil mengunyah kembang dan menggumamkan rancauan paling cengeng sedunia. Bapak tak menjawab. Aku jengkel. Ingin kubongkar makamnya, lalu kugantung rangka Bapak di lemari pakaian dan kujejalkan radio ke dalam rahangnya. Supaya ia bicara lagi, menyanyi atau membaca ramalan cuaca." — Sentimentalisme Calon Mayat, Halaman 3

Di cerpen yang lain membahas hal serupa, tentang hubungan seorang Bapak dan anak laki-laki.

"Sebelum ajalku tiba, aku ingin dia temani aku. Aku sayang padanya. Tapi, seperti sering terjadi, cinta ayah gagal diungkapkan."  Seikat Kembang Egois, Halaman 44

Kasih sayang yang nggak tersalurkan itu bibit penyesalan di kemudian hari. Aku bisa merasakan kesedihan Johan saat ditinggal ayahnya pergi dalam keabadian. Begitu pun ketika penulis membahas tentang penyesalan seorang ayah yang nggak bisa menggungkapkan rasa sayang kepada anaknya. Ada banyak diluar sana sosok Johan dan Bapak di kehidupan nyata.

"Buat apa nama? Tapi, orang yang bakal dipancung mungkin perlu tau nama siapa algojonya." — Meteorit, Halaman 12

"Sukra, aku bersimpati kepadamu. Sumpah. Tapi, aku bukan produk serius. Aku lelucon pornografi sibernetik."  Sukra, Halaman 30 

"Kita butuh hiburan. Hiburan cerdas kadang kejam."  Tirai, Halaman 64 

Di beberapa part humor Om Sony, jujurly, otakku kadang nggak nyampe. Sempat nge-freeze dan bergumam "Oh, ini lagi sarkas, ya?" Tulisan Om Sony ini saking canggihnya, mau bikin pembaca ketawa tapi harus mikir dulu (read: kalau pembacanya kek gue) /NP: krik krik krik/ dan BOOOOM AWOKAWOK perpaduan orang lucu dan pinter jadi satu itu melting-lah aku dibuatnya! LO LUCU BANGET, OM. Saranghaeyo! ( ๑ ˃̵ᴗ˂̵)و ♡

"Kalau hidup hanya siksa, kalau harap selalu patah, kalau kau terlalu licik untuk dicinta, maka kucinta maut, Sita. Maut selalu pasti, selalu setia, tak jemu menunggu." — Sentimentalisme Calon Mayat, Halaman 6

"Berbaringlah di sampingku. Peluk tubuhku erat-erat, sepanjang malam. Ada magma di tubuhku. Boleh kupinjam tubuhmu sebentar?"  Melankoli, Halaman 21 

"Di sini, sembunyi di balik bangku dan meja, aku jadi patriotik kembali. Bangunlah jiwanya! Bangunlah badannya! Untuk Indonesia Raya! Di kelaminku, tempat benih bangsa diproduksi, api berahi tiba-tiba bangkit bergejolak. Biasanya, kidung bangsa menyihir orang jadi heroik, siap menjagal dan siap dijagal, tapi di sini, sekarang, kidung itu menjadikanku erotis, siap kawin, siap berkembang biak. Marilah kita berseru: Indonesia Bersatu! Surabaya Johnny, Halaman 129

Pembahasan cinta di kumcer ini agak suram nyerempet gila. Tapi di sisi lain diksinya megah dan indah sekali, enak dibaca dan menguras logika untuk memahaminya. Kalau kalian berharap dibuat salting brutal karena pembahasan cinta di kumcer ini, buku ini bukan target baca kalian. Tapi kalau kalian "betah" diajak dengan permainan kata Om Sony, buku ini maju paling depan.

Sungguh mind blowing sekali tulisan Om Sony ini. Kok bisa ya kepikiran nulis kayak gini? Aku nggak mau ngang ngong sendirian.

"Kami memang pasangan damai dan setia, seperti suami-istri di brosur iklan asuransi jiwa. Aku tak pernah menghardik istriku. Dia tak pernah mengumpatku. Hari-hari pergi tanpa suara. Rumah selalu tenang, teramat tenang. Namun, pada ulang tahun ke-39, kami sadar semua itu sekadar kebiasaan, yang rapi dan saksama, bahkan begitu sempurna hingga kami mati rasa."  Insomnia, Halaman 50

"Karena, seperti biasa, "Tiada kabar, berarti kabar baik."  Insomnia, Halaman 51 

Jago banget Pak, satirnya. HAHAHA \( ᐖ)/

Nggak tau kenapa ada rasa emo saat baca cerpen Insomnia. Kasihan, tapi juga ngeri. Sendu, tapi juga ingin mengumpat. Sehabis baca Insomnia ngerasa hampa banget. Butuh waktu untuk mencerna bab ini, sebelum lanjut ke cerpen selanjutnya.

Cerpen keenam ini GONG BETUL, ANEH POL, tapi ini yang jadi cerpen favoritku ٩(ˊᗜˋ*)و ♡

"Aku tak sudi tunduk pada Sang Komandan yang memerkosa tubuhku dengan aba-aba militeristis."  Surabaya Johnny, Halaman 128

Gaya menulis Om Sony yang slengean ini menyimpan jutaan kritik di dalamnya. Bagaimana Om Sony sangat lihai menyindir kehidupan sehari-hari dengan cara yang unik bin aneh. FREAK!!! sampai melotot dan beberapa kali nutup buku aku dibuatnya. Cerpen-cerpen yang Om Sony tulis dari tahun 1995 sampai 2002 ini nyatanya masih sangat relevan di kehidupan sekarang ini.

  1. Sentimentalisme Calon Mayat, potret seberapa asingnya hubungan Bapak dan Anak yang nggak membangun komunikasi yang baik. Kesedihan seorang laki-laki dianggap tabu, maka di pendamlah rapat-rapat kesedihan itu sampai waktunya meledak-ledak.
  2. Meteroit, sebuah kritik atas kejadian nasib buruh pabrik yang dibungkam kapitalisme bar-bar.
  3. Melankoli, penyesalan seorang laki-laki atas pernikahannya. Di akhir cerita bikin aku melongo, sambil bergumam, memang ada benarnya cinta tak selamanya indah, tapi apa iya efeknya bisa se-maha-dasyat itu? Ngilu banget bacanya.
  4. Sukra, bagai penyelamat setelah baca ketiga cerpen sebelumnya yang terlampau gila, Sukra ini bagai angin segar bikin napasku lega dan terhibur bacanya. Kocak banget interaksi Sukra dan Dr. Sbaitso. Mengocok perut sampai terkencing-kencing.
  5. Seikat Kembang Egois, kalau kata aku sih bukan egois lagi ini mah namanya, tapi durhaka. Bagaimana bisa seorang anak lebih memilih cintanya yang nggak seberapa menyenangkannya itu, dibanding kasih sayang orangtuanya.
  6. Insomnia, kalian harus tau siapa yang jadi istrinya. Mental breakdance bacanya HAHAHA
  7. Tirai, seru banget, page turner! Kayak lagi nonton film thiller bacanya.
  8. Surabaya Johnny, nasionalisme ala bocah gendeng!
5/5untuk buku super duper absurb ini~

 
Designed by Beautifully Chaotic