"Ya, aku mencengkeram pagar makan bapak sambil mengunyah kembang dan menggumamkan rancauan paling cengeng sedunia. Bapak tak menjawab. Aku jengkel. Ingin kubongkar makamnya, lalu kugantung rangka Bapak di lemari pakaian dan kujejalkan radio ke dalam rahangnya. Supaya ia bicara lagi, menyanyi atau membaca ramalan cuaca." — Sentimentalisme Calon Mayat, Halaman 3
Di cerpen yang lain membahas hal serupa, tentang hubungan seorang Bapak dan anak laki-laki.
"Sebelum ajalku tiba, aku ingin dia temani aku. Aku sayang padanya. Tapi, seperti sering terjadi, cinta ayah gagal diungkapkan." — Seikat Kembang Egois, Halaman 44
Kasih sayang yang nggak tersalurkan itu bibit penyesalan di kemudian hari. Aku bisa merasakan kesedihan Johan saat ditinggal ayahnya pergi dalam keabadian. Begitu pun ketika penulis membahas tentang penyesalan seorang ayah yang nggak bisa menggungkapkan rasa sayang kepada anaknya. Ada banyak diluar sana sosok Johan dan Bapak di kehidupan nyata.
"Buat apa nama? Tapi, orang yang bakal dipancung mungkin perlu tau nama siapa algojonya." — Meteorit, Halaman 12
"Sukra, aku bersimpati kepadamu. Sumpah. Tapi, aku bukan produk serius. Aku lelucon pornografi sibernetik." — Sukra, Halaman 30
"Kita butuh hiburan. Hiburan cerdas kadang kejam." — Tirai, Halaman 64
Di beberapa part humor Om Sony, jujurly, otakku kadang nggak nyampe. Sempat nge-freeze dan bergumam "Oh, ini lagi sarkas, ya?" Tulisan Om Sony ini saking canggihnya, mau bikin pembaca ketawa tapi harus mikir dulu (read: kalau pembacanya kek gue) /NP: krik krik krik/ dan BOOOOM AWOKAWOK perpaduan orang lucu dan pinter jadi satu itu melting-lah aku dibuatnya! LO LUCU BANGET, OM. Saranghaeyo! ( ๑ ˃̵ᴗ˂̵)و ♡
"Kalau hidup hanya siksa, kalau harap selalu patah, kalau kau terlalu licik untuk dicinta, maka kucinta maut, Sita. Maut selalu pasti, selalu setia, tak jemu menunggu." — Sentimentalisme Calon Mayat, Halaman 6
"Berbaringlah di sampingku. Peluk tubuhku erat-erat, sepanjang malam. Ada magma di tubuhku. Boleh kupinjam tubuhmu sebentar?" — Melankoli, Halaman 21
"Di sini, sembunyi di balik bangku dan meja, aku jadi patriotik kembali. Bangunlah jiwanya! Bangunlah badannya! Untuk Indonesia Raya! Di kelaminku, tempat benih bangsa diproduksi, api berahi tiba-tiba bangkit bergejolak. Biasanya, kidung bangsa menyihir orang jadi heroik, siap menjagal dan siap dijagal, tapi di sini, sekarang, kidung itu menjadikanku erotis, siap kawin, siap berkembang biak. Marilah kita berseru: Indonesia Bersatu!" — Surabaya Johnny, Halaman 129
Pembahasan cinta di kumcer ini agak suram nyerempet gila. Tapi di sisi lain diksinya megah dan indah sekali, enak dibaca dan menguras logika untuk memahaminya. Kalau kalian berharap dibuat salting brutal karena pembahasan cinta di kumcer ini, buku ini bukan target baca kalian. Tapi kalau kalian "betah" diajak dengan permainan kata Om Sony, buku ini maju paling depan.
Sungguh mind blowing sekali tulisan Om Sony ini. Kok bisa ya kepikiran nulis kayak gini? Aku nggak mau ngang ngong sendirian.
"Kami memang pasangan damai dan setia, seperti suami-istri di brosur iklan asuransi jiwa. Aku tak pernah menghardik istriku. Dia tak pernah mengumpatku. Hari-hari pergi tanpa suara. Rumah selalu tenang, teramat tenang. Namun, pada ulang tahun ke-39, kami sadar semua itu sekadar kebiasaan, yang rapi dan saksama, bahkan begitu sempurna hingga kami mati rasa." — Insomnia, Halaman 50
"Karena, seperti biasa, "Tiada kabar, berarti kabar baik." — Insomnia, Halaman 51
Jago banget Pak, satirnya. HAHAHA \( ᐖ)/
Nggak tau kenapa ada rasa emo saat baca cerpen Insomnia. Kasihan, tapi juga ngeri. Sendu, tapi juga ingin mengumpat. Sehabis baca Insomnia ngerasa hampa banget. Butuh waktu untuk mencerna bab ini, sebelum lanjut ke cerpen selanjutnya.
Cerpen keenam ini GONG BETUL, ANEH POL, tapi ini yang jadi cerpen favoritku ٩(ˊᗜˋ*)و ♡
"Aku tak sudi tunduk pada Sang Komandan yang memerkosa tubuhku dengan aba-aba militeristis." — Surabaya Johnny, Halaman 128
Gaya menulis Om Sony yang slengean ini menyimpan jutaan kritik di dalamnya. Bagaimana Om Sony sangat lihai menyindir kehidupan sehari-hari dengan cara yang unik bin aneh. FREAK!!! sampai melotot dan beberapa kali nutup buku aku dibuatnya. Cerpen-cerpen yang Om Sony tulis dari tahun 1995 sampai 2002 ini nyatanya masih sangat relevan di kehidupan sekarang ini.
- Sentimentalisme Calon Mayat, potret seberapa asingnya hubungan Bapak dan Anak yang nggak membangun komunikasi yang baik. Kesedihan seorang laki-laki dianggap tabu, maka di pendamlah rapat-rapat kesedihan itu sampai waktunya meledak-ledak.
- Meteroit, sebuah kritik atas kejadian nasib buruh pabrik yang dibungkam kapitalisme bar-bar.
- Melankoli, penyesalan seorang laki-laki atas pernikahannya. Di akhir cerita bikin aku melongo, sambil bergumam, memang ada benarnya cinta tak selamanya indah, tapi apa iya efeknya bisa se-maha-dasyat itu? Ngilu banget bacanya.
- Sukra, bagai penyelamat setelah baca ketiga cerpen sebelumnya yang terlampau gila, Sukra ini bagai angin segar bikin napasku lega dan terhibur bacanya. Kocak banget interaksi Sukra dan Dr. Sbaitso. Mengocok perut sampai terkencing-kencing.
- Seikat Kembang Egois, kalau kata aku sih bukan egois lagi ini mah namanya, tapi durhaka. Bagaimana bisa seorang anak lebih memilih cintanya yang nggak seberapa menyenangkannya itu, dibanding kasih sayang orangtuanya.
- Insomnia, kalian harus tau siapa yang jadi istrinya. Mental breakdance bacanya HAHAHA
- Tirai, seru banget, page turner! Kayak lagi nonton film thiller bacanya.
- Surabaya Johnny, nasionalisme ala bocah gendeng!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar